Engkau
tak akan pernah memahami hakekat yang pelik dari ilmu Allah jika
mengandalkan akal. Akal memang sarana untuk tafakur, namun kapasitasnya
hanya sampai titik tertentu, ibarat kendaraan, akal adalah kendaraan
dalam tarekat/jalan itu, sampai disuatu titik maka mesti ganti kendaraan
yang lebih dalam lagi. Jika engkau selalu mengandalkan akal, engkau
pasti gagal, sebab akal masih terkurung hukum alam dan sebab akibat.
Dalam perjalanan selanjutnya engkau mesti menyambungnya menggunakan
hati (perasaanmu) (hakekat), itupun adalah tunggangan sementara, sebab
perasaan selalu cendrung plin-plan dan gampang terpengaruh, dan
terkurung "tabiat2" dasar dari penciptaan qolbu, yaitu mudah goyah,
mudah ragu, terkurung rasa kasihan, terkurung berbagai "nilai2 perasaan"
hati. dalam perjalanan selanjutnya engkau mesti menggunakan rasa yang
terdalammu, yaitu rahsanya rahsa (makrifat), yaitu lapisan2 rasa, mulai
yang dangkal sampai yang terdalam, tak perlu lagi "menimbang" suatu
tindakan, berdasarkan akal (sebab akibat), dan tak perlu lagi
menimbangnya dgn "perasaan hati", terpengaruh rasa kasihan dsb......
ketika rahsa terasa menghendaki suatu tindakan, langsung lakukan, tanpa
pertimbangan akal dan hati (perasaan).......
Tidak ada komentar:
Posting Komentar